Hujan Waktu Jingga

 Chapter 2

FOKUS


Setelah dipastikan mengikuti lomba matematika tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta, aku tentunya senang bukan main, tapi satu sisi aku masih merasa kurang dan pesimis. Aku yang notabennya masih menjadi siswa baru ini merasa insecure karena peserta yang menjadi perwakilan sekolahku itu semuanya dari siswa kelas IX. Sempat bingung juga harus belajar darimana.

“Hai Jingga, gimana persiapannya?”, ucap Biru.

“Oh hai, haha bingung tapi udah diarahin si sama Pak Wibowo”. Ucapku.

Biru langsung pergi ketempat duduknya setelah menanyakan satu pertanyaan kepadaku. Aneh banget ga si, tiba-tiba ngedatengin ke tempat dudukku Cuma buat tanya satu pertanyaan kaya gitu. Nita memandangku dengan tatapan yang aku sendiri ga tahu itu apa.

“Kamu deket sama dia, Jingga? Sejak kapan? Ko ga cerita?, ucap Nita

“Ga deket, aku saja bingung dia tiba-tiba ke sini”. Ucapku.

Tapi yang namanya Nita pasti ga bisa puas dengan jawabanku yang sebenernya ga ngejawab sama sekali. Dia malah bangun dari kursinya dan mau nyamperin Biru. Untungnya aku sempat menahannya.

Aku sedang di Perpustakaan dengan setumpuk soal-soal yang menurutku abstraks ini. Sudah satu jam aku berkutat dengan kertas di depanku, tapi ga ada satupun yang aku yakin akan jawabannya. Iya, aku mendapat dispensasi untuk persiapan lomba itu. Tapi kalo boleh jujur, aku lebih milih buat dengerin Pak Mamat ngajar IPA dengan suaranya yang lemah lembut ketimbang harus duduk di depan kertas soal-soal ini.

Dua jam berlalu, Pak Wibowo tiba-tiba datang ke perpustakaan untuk mengecek pekerjaanku. Syukurnya ada yang benar walaupun menurutku masih sangat jauh dari kata pantas untuk peserta lomba sepertiku. Pak Wibowo masih bisa tersenyum padahal menurutku harusnya Pak Wibowo bisa saja menasehatiku dengan serius.

“Udah cukup bagus Jingga, Kedepannya coba lebih fokus lagi untuk menyelesaikan soal yang harus banyak rumus-rumusnya ya”. Ucap Pak Wibowo.

Aku cuma bisa mengangguk walaupun dalam hati bingung dan menjerit mengatakan “cukup Ya Allah, sudah mau pecah rasanya ini kepalaku”. Namun, aku ingat bahwa ini masih permulaan dan aku harus semangat jika ingin bisa juara diperlombaan ini.

Pukul 12.30 WIB, saat aku merasa benar-benar dipuncak muak akan mencari rumus-rumus dari soal yang harus aku selesaikan, tiba-tiba dia datang. Iya, Biru datang dengan senyum manisnya dan tak lupa membawakan snack yang aku gatau dia dapat darimana.

“Aku tadi tanya Nita, katanya kamu di perpustakaan dari pagi”. Ucap Biru.

“Iya, kenapa?’

“Aku bawa snack tapi cuma 2, mau?

“Bawa apa emangnya Biru?

“Snack coklat, tadi beli di kantin”.

“Kenapa ga di makan?”

“Barangkali kamu mau, kan bisa bagi 2”

“Kalo boleh, aku mau satu soalnya dari pagi belum ada yang masuk ☹”. Aneh sebenernya karena ya aku dan dia ga sedeket itu untuk tiba-tiba aku mengiyakan dan mau tapi bagaimana aku sudah kepalang lapar, ucapku dalam hati.

“Fokus banget sampe ga sempet makan ya. Ini di makan ya, aku balik kelas dulu soalnya udah mau bel. Semangat ya”. Ucapnya sambil tersenyum dan melangkah pergi kembalikan ke kelas.

Aneh banget pikir Jingga. Tapi tak begitu dihiraukan karena fokusnya sekarang adalah menyelesaikan soal-soal menjengkelkan didepannya ini.

Nala

-->